Semangat belajar Mochamad Nur Ramadhani tidak goyah sedikitpun. Meski kehilangan kaki di usia remaja, ia membuktikan dirinya mampu untuk meraih cita-cita.
Dhani, panggilan akrabnya, merupakan seorang dokter gigi yang menempuh pendidikan Magister di Jerman lewat Beasiswa LPDP. Sehari-hari, ia berjalan menggunakan satu kaki palsu atau prostesis.
Perjuangan Dhani dimulai saat menduduki bangku kelas 7. Saat itu, Dhani menemukan kondisi yang tidak terduga maupun diinginkannya.
Divonis Kanker Tulang
Masa kecil Dhani dihabiskan di Jerman mengikuti ayahnya yang sedang bertugas. Dhani kecil gemar sekali bermain sepak bola selama di sana.
Saat menduduki bangku kelas tujuh, Dhani pulang ke Indonesia seiring dengan selesainya tugas ayah di Negeri Panzer. Namun, sesuatu yang tidak diduga dalam diri Dhani.
Dhani remaja divonis menderita kanker tulang setelah setahun tinggal di Indonesia. Meski tak mengetahui pasti penyebabnya, ia menduga jika seringnya aktivitas fisik dan benturan, iklim yang berbeda, atau mutasi gen disinyalir menjadi pemicu kanker tulang di kakinya.
Satu-satunya jalan agar kanker tak terus menjalar ke bagian tubuh lainnya adalah dengan mengamputasi kaki. Walau butuh waktu lama untuk membuat keputusan, Dhani dan keluarga akhirnya menempuh jalan tersebut.
“Karena kalau misalkan diamputasi, mungkin aktivitas akan terbatas. Tapi saya yakin menyelamatkan satu nyawa ya, ini (kaki) nanti akan bisa digantikan dibandingkan kita harus mempertahankan satu kaki dan belum tentu terselamatkan juga sehingga memutuskan untuk diamputasi,” tuturnya dalam laman LPDP dikutip Kamis (19/10/2023).
Akhirnya pada 2008, Dhani harus berpisah dengan kaki kanannya. Selepas operasi itu, ia rutin menjalani kemoterapi untuk memastikan sel kanker benar-benar hilang.
Hidup Baru
Kondisi fisik Dhani masih terasa lemah pasca operasi. Untuk berjalan, ia dibantu dengan kursi roda yang lambat laun berpindah ke tongkat kaki.
“Umur (baru) 14 tahun, minder pasti ada. Secara pribadi awalnya masih belum siap, tapi hidup harus terus berjalan dan ini adalah ujian yang akan membuat saya lebih kuat,” jelasnya.
Walaupun masih beradaptasi dengan kehidupan barunya, Dhani terus mendulang prestasi. Ia meraih nilai tertinggi di bangku SMA dan berhak mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan.
Sayangnya saat mengambil jurusan kedokteran umum di jalur undangan tersebut, ia belum berhasil. Dhani juga mendapat tantangan baru saat memilih perguruan tinggi.
Kesulitan Mencari Perguruan Tinggi
Saat itu, banyak kampus yang mensyaratkan mahasiswanya tidak boleh tuna daksa. Sampai akhirnya ia memilih Universitas Padjadjaran (Unpad) yang tak mempermasalahkan tuna daksa untuk mengenyam pendidikan dokter gigi.
Namun sebelum perkuliahan dimulai, Dhani sempat dipanggil oleh dekan. Ia diberi tahu bahwa menyelesaikan studi kedokteran dengan status tunadaksa bukan hal yang mudah.
Dekan itu menceritakan kakak tingkatnya yang tuna daksa ada yang menyerah dan tidak bisa menyelesaikan studi. Hal itu justru menambah semangat Dhani agar kampus tak perlu mengkhawatirkan kemampuannya.
Dhani akhirnya menamatkan studi dan mendapat gelar spesialis dokter gigi pada 2018. Ia kemudian bekerja di klinik dokter gigi dan di Puskesmas di Gorontalo, Sulawesi Utara. Di saat itulah, Dhani mulai menggunakan kaki palsu atau prostesis untuk lebih mempermudah aktivitasnya.
Kembali ke Jerman dengan LPDP
Dhani bertekad untuk kembali mengenyam pendidikan di Jerman dengan LPDP. Dhani menyasar Humboldt Universitaet di Berlin, Jerman, dan mengambil International Health.
“Awalnya kampus saya tidak ada dalam list LPDP Jerman, tetapi karena saya (jalur) afirmasi dan di afirmasi ada nama Humboldt Universitaet dan saya melamar disitu,” ungkap Dhani. Lewat jalur afirmasi beasiswa LPDP jalan Dhani.
Ia akhirnya mendapat beasiswa LPDP dan mulai berkuliah di Jerman pada 2020. Dua tahun kemudian, Dhani meraih gelar Master of Science in International Health.
Pulang ke Indonesia, Dhani memutuskan untuk berkarier sebagai abdi negara. Hingga saat ini, ia tercatat bekerja di Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dhani berpesan kepada penyandang disabilitas agar semangat meraih mimpi. Ia mengingatkan masih banyak peluang yang belum dicoba.
“Pesan saya untuk teman-teman penyandang disabilitas yang ada di seluruh Indonesia, baik yang sudah dewasa maupun yang saat ini masih usia anak-anak, saya berpesan bahwa di dunia ini banyak sekali kesempatan kita untuk berprestasi, melakukan ibadah, beramal berkreasi, berprestasi membanggakan orang tua membanggakan keluarga membanggakan negara,” tutur penerima beasiswa LPDP angkatan PK-147 ini.
Source: Detik.com
